Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2022

Hilang #Cerpen

     Langit yang sudah memerah oleh sisa-sisa cahaya matahari yang terbiaskan awan menyajikan pemandangan tak terlupakan. Batas samudera dengan langit tak lagi bisa dibedakan. Matahari yang akan kembali bersembunyi dipantulkan air dengan indahnya. Tak ada orang yang akan melewatkan lukisan Tuhan yang ditunggu-tunggu setiap pengunjung yang datang ke pantai. Sayangnya pada hari itu tak ada orang yang tertarik untuk melihatnya. Semua gundah, bahkan sore itu diwarnai tangisan akan hilangnya seorang diantara salah satu rombongan pengunjung mahasiswa. Mereka terus berteriak memanggil sebuah nama yang tidak tampak sejak terakhir ia pergi berjalan di sekeliling pantai seorang diri.  Anggika, mahasiswi yang tengah berlibur bersama teman-temannya, adalah nama orang yang dicari semua orang. Sejak disadari ketiadaannya selama beberapa jam tidak kembali, sahabatnya, Aurel, langsung menyampaikannya pada teman-teman yang lain. Itu sudah tiga jam yang lalu. Awalnya semua berharap Anggika akan kembali

Tentang Menjadi Muslimah: Selalu Kembali Kepada Allah

Awalnya postingan ini hanya berisikan satu gagasan tentang semua kembali pada Allah. Keresahanku dalam memulai sebuah cerita fiksi. Kemudian ketika mengingat kembali apa yang baru saja kubaca di sosial media. Ada gagasan lain yang menguatkan pemahaman itu hingga tertuanglah yang aku tumpahkan dalam tulisanku kali ini.  Menulis sebuah cerita fiksi pastinya perlu menggunakan logika pemecahan masalah yang bisa diterima oleh pembaca. Harus ada solusi yang sesuai dan tidak terlalu menghayal agar bisa lebih diterima atau istilahnya relatable. Bukan sekedar sifat memaafkan dari tokoh utama yang terlampau baik kemudian semua masalah selesai. Bukan juga hanya menggantungkan semuanya tanpa ada kepastian apapun dalam semua masalah yang terjadi. Meskipun terkadang ada yang menyukai akhir tidak tuntas, tapi itu harus memiliki alasan yang jelas, bukan sekedar karena penulisnya ingin mengakhirinya disitu.  Aku ingin menulis sebuah cerita di sebuah platform . Aku tahu bagaimana alur yang aku inginkan.

Tentang Menjadi Muslimah: Jawaban

Perkataan adalah doa, ucapan harus jujur. Dua hal itu haruslah berjalan seiringan dalam berbicara.  Tapi pernahkah kamu menjawab sebuah pertanyaan dengan sangat bijak mengenai suatu hal hingga terkadang kamu mempertanyakan pada dirimu sendiri, "sehebat apakah dirimu hingga berani mengatakannya?" Konteksnya bisa berupa apa saja, dalam hal spiritualitas pribadi, ilmu, dan wawasan yang kita miliki. Apakah selama ini sudah selalu jujur, kalaupun berbohong atau setidaknya berbicara sedikit lebih hebat dari yang sebenarnya, apakah itu secara sadar pada saat itu juga? Apakah jawaban yang kita berikan sepenuhnya sesuai dengan pemahaman diri terhadap pribadi dan karakter kita? Atau itu hanya jawaban paling diplomatis yang bisa kita sampaikan dan syukurnya terpikir pada saat itu juga?  Pertanyaan-pertanyaan ini pertama kali muncul ketika aku mengikuti magang ormawa yang berkaitan dengan Islam. Pada saat itu aku ingat bisa menjawab dengan mudah bagaimana pendapatku tentang mencapai tuju