Tentang Menjadi Muslimah: Jawaban

Perkataan adalah doa, ucapan harus jujur. Dua hal itu haruslah berjalan seiringan dalam berbicara. 

Tapi pernahkah kamu menjawab sebuah pertanyaan dengan sangat bijak mengenai suatu hal hingga terkadang kamu mempertanyakan pada dirimu sendiri, "sehebat apakah dirimu hingga berani mengatakannya?" Konteksnya bisa berupa apa saja, dalam hal spiritualitas pribadi, ilmu, dan wawasan yang kita miliki. Apakah selama ini sudah selalu jujur, kalaupun berbohong atau setidaknya berbicara sedikit lebih hebat dari yang sebenarnya, apakah itu secara sadar pada saat itu juga? Apakah jawaban yang kita berikan sepenuhnya sesuai dengan pemahaman diri terhadap pribadi dan karakter kita? Atau itu hanya jawaban paling diplomatis yang bisa kita sampaikan dan syukurnya terpikir pada saat itu juga? 

Pertanyaan-pertanyaan ini pertama kali muncul ketika aku mengikuti magang ormawa yang berkaitan dengan Islam. Pada saat itu aku ingat bisa menjawab dengan mudah bagaimana pendapatku tentang mencapai tujuan agar berkah, tentu saja jawabannya diplomatis dan cukup agamis. Rekanku yang lain menjawab selayaknya seorang pribadi yang sejujurnya. Selesainya diskusi itu aku justru merenung, sudah sejauh apa diriku dekat dengan Allah hingga berani menjawab seperti itu. Tapi kemudian sisi lain dalam diriku berkata, "itu bisa jadi doa untuk menjadi muslimah yang lebih baik, aku tidak secara lugas mengatakan aku seperti itu, hanya 'menurutku'." 

Kemudian aku mulai menilik balik apa-apa saja yang pernah kujawab dengan sangat diplomatis dan menunjukkan diriku sebagai pribadi yang bijak. Dari situ muncul afirmasi mengenai keharusan aku mempertanyakan hal-hal yang sudah aku sampaikan di awal. 

Salah satu contoh konkrit lainnya adalah motto yang selalu aku gunakan ketika ditanya, "perbaiki niat sebelum berbuat". 

Renungan ini membawaku pada sebuah kesimpulan. Menjadi seorang muslimah tentunya termasuk dengan menjadi seorang manusia yang lebih baik setiap harinya. Keduanya beriringan seperti perkataan merupakan doa dan kejujuran. Aku jadi tahu kenapa lebih baik diam daripada berbicara yang diluar dari kepentingan atau kebaikan. Itu bisa menjadi momok tersendiri, karena perkataan yang tinggi terhadap keingintahuan orang lain bisa menimbulkan ekspektasi yang sebanding. Nah, kemudian tergantung kita sendiri bukan? Memenuhi ekspektasi yang sebenarnya berasal dari kita sendiri dengan niat memenuhi anggapan orang lain menjadi riya' atau memang ingin menjadi pribadi yang lebih baik dan akhirnya atas izin Allah, perkataan itu menjadi doa yang dikabulkan. Atau justru dengan mudahnya melupakan apa yang sudah kita ucapkan hingga akhirnya itu menjadi kebohongan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas

Diri yang Berkembang: Peran