Tentang Menjadi Muslimah: Selalu Kembali Kepada Allah

Awalnya postingan ini hanya berisikan satu gagasan tentang semua kembali pada Allah. Keresahanku dalam memulai sebuah cerita fiksi. Kemudian ketika mengingat kembali apa yang baru saja kubaca di sosial media. Ada gagasan lain yang menguatkan pemahaman itu hingga tertuanglah yang aku tumpahkan dalam tulisanku kali ini. 

Menulis sebuah cerita fiksi pastinya perlu menggunakan logika pemecahan masalah yang bisa diterima oleh pembaca. Harus ada solusi yang sesuai dan tidak terlalu menghayal agar bisa lebih diterima atau istilahnya relatable. Bukan sekedar sifat memaafkan dari tokoh utama yang terlampau baik kemudian semua masalah selesai. Bukan juga hanya menggantungkan semuanya tanpa ada kepastian apapun dalam semua masalah yang terjadi. Meskipun terkadang ada yang menyukai akhir tidak tuntas, tapi itu harus memiliki alasan yang jelas, bukan sekedar karena penulisnya ingin mengakhirinya disitu. 

Aku ingin menulis sebuah cerita di sebuah platform. Aku tahu bagaimana alur yang aku inginkan. Aku juga tahu akhir apa yang aku inginkan. Tapi ketika aku berpikir kembali, akhir yang aku rencanakan itu tidak sepenuhnya aku buat untuk cerita yang itu. Cerita itu aku rencanakan tidak terlalu membawa latar agama Islam, tetapi sepertinya pengalamanku belum terlalu banyak hingga akhirnya semua solusi yang aku temukan adalah kembali pada menyerahkan diri kembali pada Allah. Ending-nya, selalu kembali menggunakan alasan bahwa agamaku Islam, keyakinanku menuntunku untuk membuat alasan itu sebagai solusi, dan seperti itulah ketenangan yang paling bisa diberikan untuk tokoh utama dalam cerita itu. 

Gagasan kedua tentang semuanya kembali pada Allah muncul ketika aku membaca sebuah berita tentang euthanasia yang baru terjadi di Kolombia. Seorang pria berumur enam puluh tahun yang menderita sebuah penyakit memutuskan untuk melakukan euthanasia atas keinginannya sendiri. Dari berita yang sudah kubaca, Ia telah memperjuangkan keinginan untuk meninggal dengan sengaja melalui prosedur legal medis selama dua tahun. Perjuangannya berjalan selama itu karena sebenarnya ia tidak memiliki penyakit yang tergolong sangat menyakitkan untuk diperbolehkan mengambil keputusan itu berdasarkan hukum yang ada di negaranya. 

Berdasarkan berita itu, aku memikirkan kembali kenapa seseorang begitu keras berusaha keras menuntut 'hak'nya untuk mati atas keinginannya sendiri. Apakah memiliki penyakit dan usia sudah lanjut menjadi poin penting dari keputusan orang tersebut? Aku memang hanya mengetahui sekilas cerita dari pria berkebangsaan Kolombia itu, tetapi jika aku memikirkan perspektifku dalam masalah itu semuanya menjadi tentang mempertanyakan tujuan manusia itu sendiri. Hanya berdasarkan berita itu dan tidak melihat pada aspek pribadi lainnya, maka tentu tak ada tujuan apapun untuk hidup dengan kondisi saat itu. Akhirnya kematian bisa menjadi opsi yang paling mudah untuk dipilih. Tidak merasakan sakit lagi dan tidak menyusahkan siapapun lagi di masa tuanya. 

Hal itu memberikan sebuah kesadaran bahwa manusia sebenarnya tidak memiliki tujuan yang jelas akan hidupnya jika tidak memiliki sebuah agama. Agama yang memberikan jawaban kenapa kita hidup di dunia, kenapa kita berbuat baik, kenapa kita harus memiliki kemanusiaan. Itu adalah kesimpulan yang paling masuk akal bagiku, kita tidak seharusnya mendahului kapan kita akan mati karena setiap hari adalah kesempatan. Kalau dalam Islam, ketika kita sedang sakit bukankah itu juga merupakan waktu untuk mendapat pengampunan? 

Islam memberikan jawaban untuk semua permasalahan yang ada di dunia. Dari persoalan yang tidak benar-benar ada hingga yang dapat kita lihat secara nyata. Pada akhirnya semua kembali kepada Allah. 


Nb: Aku tidak tahu apakah opiniku terhadap permasalahan kedua menjadikanku seorang yang tidak sensitif terhadap permasalahan yang tidak sepenuhnya aku ketahui. Aku hanya ingin menyampaikannya disini daripada membiarkannya menjadi pemikiran yang akhirnya hilang tidak berguna. Jika mungkin ini dianggap kurang tepat atau terlalu kontroversial bukankah akan lebih baik jika ada orang lain yang memberi tahu. Bukankah menerima kritikan termasuk dalam menjadi pribadi yang lebih baik. So, tell me what d you think? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas

Diri yang Berkembang: Peran