Childhood Memories: Mengabadikan Momen Menonton Konser
Pertama kalinya aku mendapatkan pengalaman menonton konser secara langsung adalah ketika berumur 13 tahun. Itu merupakan sebuah konser yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis Universitas Brawijaya yang ke-52 tahun. Artis yang diundang kala itu adalah Fatin Shidqia Lubis, seorang pemenang ajang pencarian bakat, X-Factor Indonesia. Kalau istilahnya jaman sekarang, Fatin adalah artis yang paling viral di era itu sehingga mendapat kesempatan menonton langsung adalah suatu hal yang luar biasa.
***
Pada tanggal 19 Desember 2015 di malam hari sesudah serangkaian acara dies natalis dari pagi, civitas akademika dari Universitas Brawijaya mendapatkan tiket gratis untuk masuk menonton konser pada malam hari. Ayahku yang merupakan seorang dosen dan saat itu memiliki jabatan di salah satu unit di kampus mendapatkan kesempatan mengajak keluarga masuk di area VIP. Awalnya hanya bisa dua orang yang masuk area VIP, tapi karena banyak tamu undangan yang tidak hadir pada segmen itu dan memang jabatan akhirnya kami semua sekeluarga (atau setidaknya yang aku ingat ada 5-6 orang dalam keluargaku yang ikut) bisa masuk. Artinya, kita punya kesempatan bisa melihat dari dekat artis yang diundang. Posisi duduk saat itu tepat di depan panggung terbagi dua sisi dengan sebuah jalan di tengah dari panggung.
Tentu saja aku tidak terlalu mengingat serangkaian acara dari awal sampai akhir, hanya saja yang paling berkesan adalah ketika semakin mendekati puncak, artinya artis utamanya tampil. Bisa aku katakan itu adalah pengalaman menonton konser pertama yang berkesan karena akupun bisa menikmati karena seorang Fatin Shidqia Lubis viral dengan suara dan lagu-lagunya yang enak didengar. Jadinya hampir semua lagu yang dinyanyikan aku tahu dan bisa enjoy. Aku menuliskannya dan menempelkan tiketnya dalam buku harianku yang aku simpan sampai sekarang.
Hanya saja ada satu hal yang aku tulis dalam buku diary-ku yang sedikit kontradiktif dalam hal perasaan yang aku rasakan saat itu. Aku menuliskan sempat menyesal. Ada satu kesempatan ketika Fatin turun dari panggung menuju penonton di antara area duduk VIP. Aku tidak segera berdiri dan mengabadikan momen bertemu artis secara langsung itu. Padahal bisa melihat dari dekat dan mendapatkan pengalaman melihat 'artis ibu kota' yang rasanya sangat jauh tidak terjangkau dari aku yang hanya seorang anak di kota Malang adalah sebuah pengalaman baru. Terutama di era saat itu yang belum ada media sosial yang seramai saat ini. Itu seperti melihat seorang selebritas yang hanya bisa dilihat di televisi.
Sungguh menyesal banget aku !!!
Begitu yang aku tulis dalam buku harianku.
***
Mengilas balik pengalaman itu saat ini, sebenarnya aku tidak benar-benar menyesal. Aku menulis seperti itu karena yang aku ingat adalah kakakku dan orang tuaku yang mengatakan kurang lebihnya
"eman banget nggak videoin padahal fatimah duduknya paling dekat ke tengah"
Memang saat itu aku sudah memiliki smartphone pribadi. Jadi aku seharusnya punya kesempatan besar untuk mengabadikan momen itu. Namun, seingatku perasaan 'menyesal' yang aku tuliskan dalam buku harianku tidak benar-benar datang atas kejujuran bahwa aku merasa telah kehilangan kesempatan itu. Aku menuliskannya karena mencoba menvalidasi perkataan orang-orang di sekitarku mengatakan 'eman banget' (sayang sekali kamu melewatkan itu) menjadi perasaan yang seharusnya aku rasakan.
Saat ini dengan kesadaran mencoba menggali kembali ingatan akan emosi pada saat itu dengan jujur, bisa dikatakan aku tidak benar-benar menyesal. Ini lebih berkaitan pada konteks tentang mengabadikan momen dalam bentuk foto dan video. Aku secara pribadi tidak terlalu suka foto dan difoto saat itu. Itu rasanya sudah menjadi alasan utama aku tidak mencoba untuk mengabadikan momen bertemu artis. Aku memang merasa,
"Untuk apa mengambil video? Tidak terlalu penting untuk aku simpan dalam memori handphoneku."
Seiring bertumbuhnya aku, ada pemikiran yang lebih kompleks dari sekedar tidak merasa perlu atau aku harus menghemat memori handphone yang sedikit. Saat ini, aku sudah merasa bahwa mengabadikan momen itu penting. Aku sudah lebih bersedia untuk memfoto dan difoto. Namun, di sisi lain aku bisa katakan bahwa ada hal yang memang mau dan perlu untuk diabadikan juga ada yang tidak harus.
Bagiku apa yang aku rasa perlu untuk direkam dalam bentuk tangkapan gambar adalah momen-momen bersama orang-orang yang berkesan dan pemandangan yang bisa aku maknai secara mendalam ketika melihatnya kembali. Pertunjukkan dalam bentuk apapun menurutku bukan bagian dari hal itu. Bagiku apa yang membuat sebuah pertunjukkan menjadi berkesan dan dapat menggerakkan emosi adalah suasana ketika menontonnya dan bukan hanya apa yang ditonton. Maksudnya, memvideokan pertunjukkan profesional itu lebih besar kemungkinan tidak akan menjadi suatu hal yang ingin aku tonton lagi dalam bentuk video. Lebih pada aku mau merasakan pengalaman yang sama atau serupa dengan hadir di pertunjukkan-pertunjukkan yang lainnya. Setidaknya sejauh ini, itu adalah penjelasan yang paling tepat dari apa yang kurasakan setelah mengingat kembali pengalaman-pengalaman lainnya setelah konser pertama itu.
Komentar
Posting Komentar