Tentang Menjadi Muslimah: Terlalu Ikut Campur

Tulisanku kali ini adalah berdasarkan hasil dari perbincangan di malam hari dalam rangka halaqah mingguan di tempatku tinggal selama kuliah di Solo, dua bulan terakhir. Dari pembahasan itu, aku menemukan jawaban dari kegelisahanku terkait dengan pernikahan yang pernah kutuangkan dalam salah satu tulisanku sebelumnya juga menambah kesadaran akan hal lainnya. Banyak masukan baru yang aku dapatkan secara tidak langsung dengan topik yang beragam. Namun, yang paling berkesan di aku tentunya adalah bagian dimana itu berkaitan dengan ketakutan yang kumiliki. 

Malam itu ada lima-enam orang yang berkumpul di ruang tengah. Kami membahas mengenai kasus-kasus yang yang sedang ramai hingga menuju akhir muncul satu bahasan baru dari salah satu orang, tentang child free. Sebuah topik yang kontroversial terutama dalam lingkungan beragama Islam. Berdasarkan pandangan populer mengenai topik ini dikatakan bahwa itu ada dan sepenuhnya hak wanita dalam menentukan. Kami mengambil salah satu tokoh yang saat ini terkenal dengan keterbukaan terhadap gagasan ini. Salah satu argumen yang disampaikan berdasarkan tokoh itu adalah pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan pola pengasuhan. Pembahasan itu cukup panjang dengan berbagai argumen dan cerita lainnya yang menyerempet bahasan jodoh dan keturunan dari sisi lainnya.  Hingga salah satu kalimat yang cukup menyadarkanku dicetuskan oleh seorang teman, kurang lebih begini kalimatnya 

"Kita itu terlalu ikut campur yang bukan urusannya kita. Jodoh dan keturunan itu urusannya Allah" 

Seperti sebuah tamparan bagiku. Aku tidak pernah terpikir menerapkan child free tapi aku pernah berpikir untuk hidup sendiri. Namun dari kalimat itu aku sadar, tidak sepantasnya aku overthinking untuk hal yang bukan kuasaku. Hubunganku dengan manusia memang perlu aku usahakan sebaik mungkin dan jodoh itu bagiannya tapi mengenai bagaimana dan kapan itu bukan aku yang mengendalikan. Ikhtiarku adalah memperbaiki diri dan Allah yang akan mempertemukan.

Tentang anak, pemikirannya bukan keharusan memiliki anak, tetapi tidak menolak kemungkinan memiliki keturunan. Masalah pengasuhan itu -entah dalam bahasan itu juga atau dari kajian lain, samar-samar ingatanku- adalah bahwa mengasuh anak itu 50% ada di kita dan sisanya ada di Allah. 

Beberapa kajian lainnya selama disini juga membuka sebuah pola pikir yang baru dan menurutku masih cukup nyambung dengan topik dalam tulisan ini. Sebuah gagasan internal bahwa seharusnya yang benar itu niatku untuk memperbaiki diri bukan sekedar dapat jodoh yang juga baik. Lebih dari itu, niat yang menurutku tepat harusnya memperbaiki diri untuk bisa kembali pada Allah dalam keadaan terbaik. Apakah dalam proses itu aku akan bertemu dengan jodoh di dunia atau tidak itu sepenuhnya urusan Allah. Ini memang masih dalam pikiranku saat ini, tapi bukankah dengan sering mengatakannya itu akan tertanam dalam diriku hingga semakin lama itu akan menjadi peganganku seutuhnya. 

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas

Diri yang Berkembang: Peran