Tentang Menjadi Muslimah: Memberi Makna

Tulisan ini aku buat pertama kali sehari setelah aku jadi panitia di sebuah acara komunitas kampus. Acara itu berlangsung dari pagi sampai sore yang kemudian dilanjutkan adanya evaluasi. Nah, dari evaluasi itu ada hal yang menarik dan cukup berdampak bagiku. Menurutku, apa yang terjadi sangat bisa dihubungkan dengan pengenalan jati diri sebagai seorang individu dan seorang muslimah. Tentunya ini aku temukan juga benang merah yang menghubungkan dengan suatu kajian. 

Hari itu, aku memiliki dua tanggung jawab kepanitiaan sekaligus karena kesalahanku yang tidak mengatur jadwal dan mengestimasi waktu keberjalanan kedua acara tersebut. Akhirnya aku harus memilih akan berada di tempat yang mana. Acara pertama adalah sebuah seminar yang mencakup psikologi Islam dan acara satunya berfokus pada isu global. Awalnya aku pikir akan lebih baik sebagai seorang muslimah, aku mengutamakan ada di acara yang lebih jelas bernafaskan dakwah. Namun, pada akhirnya aku justru mendapatkan hal yang tidak kuduga dan banyak berdampak pada diriku sebagai manusia dan muslimah di acara kedua. Dari situ aku semakin yakin akan setiap apa yang terjadi dalam hidupku pasti ada hikmah yang ingin Allah sampaikan padaku.

Singkat cerita, hari itu jumlah panitia yang hadir di tempat sangat sedikit dan ada permasalahan pada orang-orang yang seharusnya berperan penting. Permasalahannya adalah mayoritas tidak hadir dan bahkan ada yang tiba-tiba tanpa kabar setelah datang hanya di awal. Alhasil, waktu persiapan mundur dan ketika sudah ada peserta yang datang, persiapan masih berlangsung. Syukurnya acara dapat berlangsung cukup lancar yang kemudian juga ada dukungan dari founder komunitas itu yang bisa hadir dan cukup memberikan pemantik bagi peserta maupun panitia. Diakhir acara, kami panitia akhirnya melakukan evaluasi proses dan keberjalanan acara. Tersampaikanlah semua keresahan dan kekesalan dari panitia yang hadir sampai pada tanggapan terakhir disampaikan oleh pendiri komunitas ini. Bagian yang ingin aku sampaikan adalah pada ungkapan yang cukup menyentil. Kurang lebih seperti ini isinya, 

"Semua harus introspeksi diri, kenapa mengikuti komunitas ini. Kalau mengerjakan program-programnya tidak memberikan kepuasan bagi diri masing-masing, berarti itu sudah melenceng dari tujuan dibuatnya komunitas ini. Seharusnya kalau memang semua dari awal mau dan memang memiliki tujuan untuk pribadi yang sejalan dengan alasan dibentuknya organisasi, ya, bukan sekedar lelah dan kesal yang dirasakan di akhir"

Kalimat itu mungkin konteksnya ada di lingkup organisasi itu. Tapi bagi diriku, ini adalah sebuah pemicu untuk bertanya pada diri sendiri, "mengapa aku ikut dalam semua kegiatan yang sedang dan sudah berlangsung saat ini?" 

Pemaknaan ini kemudian seolah diperkuat lagi dengan adanya halaqah esok paginya yang membawa materi tentang mengenali diri sendiri. Mengenai bagaimana kita harus tahu potensi, identitas yang kemudian harapannya adalah bisa mendekatkan diri pada pemahaman akan tujuan penciptaan kita. 

Dari kedua perbincangan yang terjadi dalam waktu yang berdekatan itu, aku mendapatkan gagasan bahwa mengenali diri sendiri itu juga termasuk memaknai kembali kenapa kita memilih suatu hal, mengapa kita mau melibatkan diri pada awalnya, dan alasan kita mau melanjutkan sesuatu. Lalu kalau dipikir-pikir kembali ada satu-dua kegiatan yang aku pilih awalnya karena mau membantu teman yang dalam kepanitiaannya masih kekurangan orang untuk menyukseskan acara. Gagasan itu mengingatkanku bahwa mungkin niatku kurang tepat sehingga aku pun akhirnya tidak banyak melakukan peran penting sebagaimana mestinya. Akhirnya ketika dipikirkan kembali, itu membawaku mengilas balik pada kajian dimana ustadz menyampaikan bahwa jika melakukan suatu hal ada tiga tingkatan. 

1. Kerjakan sampai mendekati sempurna  
2. Jika tidak bisa, lakukan sebaik-baiknya 
3. Jika masih tidak bisa, lakukan dengan gembira 

Sebenarnya itu tidak ada hubungannya secara langsung dengan pemaknaan diri berdasarkan dua hal yang sudah kusampaikan di awal. Namun, bagiku ini membawa pada implementasi lebih lanjut mengenai bagaimana aku bertindak dalam lingkungan yang aku pilih. Apapun alasan awalnya, berperan atau setidaknya melakukan hal baik di tempat itu adalah suatu keharusan. Jika tidak bisa yang terbaik setidaknya aku bergembira menjalaninya. Aku tidak terpaksa dan memaksakan diri melanjutkan tugas yang diberikan padaku melainkan mengusahakannya sebaik mungkin dengan kegembiraan. Aku merasa menjadi lebih ikhlas menjalani apa yang sudah aku pilih saat ini sehingga pemaknaan akan jati diriku juga semakin terbuka pada kesempatan baru. Harapanku selanjutnya adalah agar aku menjadi lebih hati-hati dalam memilih sesuatu, tidak hanya karena euforia sesaat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas

Diri yang Berkembang: Peran