Diri yang Berkembang: Peran

Sebuah ajakan permainan basket yang diadakan oleh satu dua orang nyatanya membawa kedatangan belasan orang lainnya. Dalam permainan itu, aku sekaligus menyadari pendewasaan juga membawa kesadaran akan peran yang dimiliki setiap orang. Apa yang aku lihat hari itu merupakan suatu hal yang sangat berbeda dengan bayangan permainan basket yang biasanya dilakukan oleh perempuan pada umumnya (dengan catatan, bukan atlit). 

Dari pengalaman yang aku ingat, di masa SMP dan SMA, semua orang akan berkumpul dan berpusat pada bola, tidak ada strategi, tidak ada pembagian peran, yang penting semua bekerja dengan memperebutkan bola untuk ditembakkan ke ring. Apa yang terjadi hari itu sangat berbeda. Peran muncul dengan sendirinya, tidak malu mengakui kemampuan yang dimiliki dan saling mendukung atas usaha yang bisa diberikan.

***

Malam sebelumnya seorang temanku mengajak untuk bermain basket di hari minggu meneruskan ajakan dari seorang kakak tingkat yang cukup dekat dengannya. Aku sempat menolak karena merasa tidak memiliki kemampuan basket. Aku juga beralasan tidak mengenal orang-orang yang nantinya datang. Walaupun begitu, aku akhirnya menyetujui ajakannya dengan sedikit paksaan. Temanku mengatakan dia juga tidak bisa bermain basket dan tentu kita masih bisa berkenalan dengan siapapun nanti yang datang. Paginya, kami berangkat berjalan kaki ke kampus menuju salah satu fakultas di kampusku yang lapangan basketnya bisa digunakan secara bebas di hari libur. Sudah ada beberapa orang yang sampai lebih dulu, aku dan temanku kemudian menaruh tas di salah satu sisi lapangan. Sembari menunggu orang-orang datang, kami melakukan pemanasan bersama. Ketika dianggap cukup orang, kami membagi kelompok awal dengan anggota 5 orang berdasarkan hompimpa. Untungnya, ada dua orang yang setidaknya lebih ahli dalam basket dan mereka terbagi dalam kedua kelompok itu. Tidak ada ucapan langsung mengenai posisi dan apa yang perlu kami lakukan. Peraturan pun yang digunakan hanya yang mendasar saja, tidak terlalu detil, toh hanya bermain santai. 

Permainan dimulai, secara alamiah kami ada yang maju sebagai striker atau kalau dalam istilah basket (berdasarkan google) adalah playmaker, ada yang bertahan menjaga area ring, dan ada yang berposisi bersiap di area ring lawan. Semua secara sadar menuju posisi dengan melihat apakah sudah terisi atau belum. Ketika ada yang mendapat bola, rekan lainnya mengikuti di sekitarnya dengan siap menerima jika sewaktu-waktu ada operan. Aku tidak menemukan kondisi berkerumun yang aku bayangkan akan terjadi. Perasaan kagum muncul dari dalam diriku. Ternyata bisa, ya, kita perempuan yang awam terhadap strategi bermain basket tidak berkerumun untuk memperebutkan bola. Aku menjadi  bersemangat dari yang sebelumnya sedikit malas untuk bermain serius. 

Setelah permainan itu, aku menyadari adanya perbedaan signifikan ketika kita bisa memahami kemampuan diri sendiri dan orang lain dalam ranah olahraga. Aku rasa ini juga perlu diterapkan dalam ranah lain. Menurutku, ini adalah bagian dari pendewasaan yang telah kami alami. Kami bisa melaksanakan peran sesuai kebutuhan dan kemampuan yang kita dan lingkungan miliki. Memiliki tujuan yang sama bukan berarti peran kita semua terpusat pada satu hal saja. Kita bisa berperan sesuai dengan kapasitas dan tentunya kita yang menentukan bagaimana cara yang kita ingin lalui. Mungkin dalam kehidupan nyata masih ada yang perlu ditambahkan selain kesadaran diri, komunikasi yang lebih terbuka sebelum memulai suatu kerja sama. Namun, kurasa ini cukup untuk tema peran berdasarkan pengalaman pribadiku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas