Diri yang Berkembang: Membuat Daily Planner

Aku bertumbuh. Di saat bersamaan, banyak hal terjadi dan berpengaruh pada bagaimana kehidupan sehari-hariku. Bagaimana aku pernah menjadi idealis dengan kegiatanku, menjadi longgar dan tidak terlalu peduli dengan jadwal harian, menjadi 'yang penting kerjaan selesai', sampai sekarang aku sedang mencoba untuk menertibkan diriku lagi. 

Banyak referensi yang mendorong kenapa aku mau mencoba menjadi lebih disiplin dengan diriku sendiri. Salah satu yang memegang peranan penting adalah tentang target dan rencana dalam beberapa waktu kedepan. Target lulus kuliah, misalnya. Beberapa inspirasi dari tokoh-tokoh yang aku tonton di media sosial tapi sebelumnya hanya aku simpan tanpa tindakan. 

Sebuah quotes yang aku dengar dari Pandji Pragiwaksosno dalam beberapa podcast yang beliau kutip juga dari buku orang lain (yang aku lupa siapa). 
Disiplin itu Membebaskan 
Kak Zhafira Aqila yang sedemikian inspiratif dan salah satu yang beliau coba sebarkan adalah tentang Planner-nya.

Vinh Giang, seorang ahli public speaking yang banyak memberikan solusi praktis di media sosial dan banyak sekali quotes yang bisa diambil, seperti. 

Don’t be so attached to who you are in the present, that you don’t give the future version of you a chance! 
Juga dari bagaimana aku merasa terlalu banyak waktuku yang terbuang untuk scrolling media sosial. Aku merasa itu tidak lagi sehat dan sia-sia.  

***

Aku mulai dengan keinginan mendata kegiatan yang harus aku lakukan dalam satu hari dan beberapa kegiatan yang perlu dibiasakan mulai dari sekarang. Aku kemudian menuliskan rencana durasi yang harus aku sediakan untuk setiap kegiatan itu. Aku membuat rincian kegiatan-kegiatan wajib untuk hari Senin sampai Minggu. Selanjutnya, aku membuat sistem pembiasaan. Aku harus menuliskan evaluasi di setiap malam hari sekaligus membuat jadwal untuk hari esok. Sebenarnya lebih tepat untuk disebut refleksi atau jurnal harian karena isinya tentang bagaimana aku menjalani hari itu sambil mendeskripsikan bagaimana kegiatan yang sudah aku jadwalkan berjalan. Proses itu membawaku pada kesadaran bahwa sebenarnya tidak terlalu banyak waktu kosong untuk sekedar membuka media sosial tanpa tujuan penting. Bahkan jumlah kegiatan itu tidak sebanyak yang aku bayangkan ketika tidak menuliskannya. Hanya berkisar lima sampai delapan kegiatan per hari dengan durasi berkisar dari 1 sampai 2 jam. 

Pada minggu pertama melakukan journaling, aku sudah merasakan manfaatnya. Aku merasa punya alarm alamiah di pikiranku tentang kegiatan yang harus dilakukan karena aku tidak akan suka melihat hasil evaluasi menunjukkan banyak kegiatan yang belum dipenuhi. Di saat yang bersamaan, aku juga harus siap akan perubahan. Perubahan itu membuat aku pun harus mengalokasikan kegiatan wajib pada hari lain. Tulisan ini misalnya, seharusnya aku menulis ini di hari Minggu (hari aku menulis ini adalah hari Senin). Bahkan ketika sedang malas, konsekuensinya aku harus melakukannya di lain waktu. Jika itu kegiatan yang dilakukan setiap hari, maka aku harus menambah durasinya di hari lain. 

Berjalan pada minggu kedua, aku mulai tidak lagi setertib saat memulainya. Konsistensi ini benar-benar butuh tekad yang kuat untuk bisa disiplin. Dalam beberapa hari ini, aku lebih banyak menuliskan evaluasi tentang kegiatan yang tidak terlaksana atau berubah waktunya dari yang sudah aku rencanakan. Alasannya pun lebih banyak karena prokrastinasi dibanding adanya aktivitas lain yang urgent. Akhirnya, jadwal yang aku buat tidak lagi sedetail yang aku usahakan di awal. Hanya urutan kegiatan tanpa waktu dan durasi. 

Menjaga konsistensi dalam aktivitas yang diharapkan tidak semudah itu. Menghilangkan kebiasaan buruk pun butuh usaha yang kuat. Semua itu harus dilandasi komitmen untuk tetap di jalan menuju tujuan yang sudah ada. Mungkin lebih tepat untuk secara perlahan menambah perilaku baik dan mengurangi perilaku buruk. Melakukan ini seperti menjalani kembali sebuah psikoterapi sederhana bernama modifikasi perilaku dengan metode self-management yang pernah aku buat dalam rangka tugas kuliah. Saat itu aku memastikan modifikasi perilaku yang kulakukan pada diri sendiri berjalan dengan sukses untuk bisa mendapatkan nilai yang maksimal, tapi sekarang akhir yang aku harapkan lebih dari peringkat nilai di perkuliahan. Aku mengharapkan tujuan yang benar-benar untuk masa depan terbaik yang bisa diusahakan melalui pilihan-pilihan kecil dari sekarang. 

Aku jadi teringat kultum yang pernah aku bawakan di asrama saat Bulan Ramadhan tentang istiqomah dan konsisten dalam ibadah. Aku menganalogikan istiqomah sebagai bagian kognitif sedangkan konsistensi dalam ibadah adalah perilakunya. Di situ aku juga menyampaikan pentingnya keyakinan dan komitmen dalam hati sebagai bentuk istiqomah pada Allah. 

Nah, hubungannya dengan kondisiku saat ini adalah tentang komitmen dalam hati untuk menjadi lebih baik. Butuh usaha secara kognitif untuk bisa mewujudkannya dalam perilaku. Aku harus memiliki pola pikir berpengaruh besar melawan kemalasanku. Melalui tulisan ini aku mendeklarasikan pada diri sendiri komitmen untuk terus melanjutkan Daily Planner-ku. Memaksimalkan notes, kertas-kertas yang aku simpan yang sebelumnya tidak aku manfaatkan. Juga sebagai wadah menyampaikan emosi-emosi yang mungkin tidak sebaik itu jika melalui lisan. 

Aku juga ingin mengajak teman-teman yang membaca ini yang sekiranya bingung dengan managemen waktu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Childhood Memories: Acting!

Diri yang Berkembang: Peran