Menyenangkan Bermusik Tradisonal

Hari itu beberapa siswa terdengar ramai membicarakan satu topik yang menghebohkan.dari mulut ke mulut. Bukan hal luar biasa tapi membuat siswa-siswa senang maupun bingung. Pelajaran seni bab musik mengharuskan 4 kelas di sekolah itu memainkan alat musik tradisional berupa gamelan. Bagi beberapa siswa itu bukan menjadi pengalaman pertama tapi itu tidak termasuk aku. Jika kabar itu benar, pengalaman mempraktekkan budaya yang mulai terkikis oleh waktu dan perkembangan teknologi yang belum tepat di negeri ini akan menjadi sebuah kebanggaan.

Selasa pagi akhirnya semua pembicaaraan itu benar terjadi. Guru mata pelajaran seni menyampaikan bahwa semua siswa harus bisa memainkan empat alat. Iya, empat alat dalam waktu yang singkat dan latihan yang terbatas oleh bel yang akan berdering menandakan pergantian pelajaran. Ruangan itu langsung ramai akan keterkejutan dan keharusan demi nilai terbaik.

Sebelum mulai memukul alat alat itu dengan pemukulnya masing-masing, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami notasi lagu yang akan diamainkan. Awalnya semua bingung dengan maksud yang ada di papan tulis itu hingga kami hanya menulis sepersis yang kami bisa. Berbagai pertanyaan muncul ketika membaca tulisan kami sendiri sampai guru mengatakan mana notasi yang harus kami mainkan di alat musik yang dipilihkan olehnya untuk tiap orang. Sebelumnya dalam satu kelas telah dibenuk 3 kelompok yang terdiri dari 11 sampai 12 orang.

Percobaan pertama aku memainkan notasi untuk alat musik demung. Tidak semudah yang dikatakan guru tapi tidak sesulit yang aku pikir. Hal pertama yang harus kami lakukan untuk dapat memainkannya dengan lancar tentu saja mengafalkan notasi instrumen jawa itu. Intinya aku belum hafal pada hari pertama. Aku sering salah sehingga menimbulkan suara tak serasi antara aku dan teman-temanku yang memainkan alat sama. Ya, bisa dibayangkan tak merdunya hingga menyakiti telinga karena suaranya melengking yang menggema di ruangan sempit oleh banyaknya alat. Selain itu, untuk memainkan demung tangan kita harus termapil. Tangan kanan harus memukul dan tangan kiri haru menghentikan dengungan nada sebelumnya. Hal itu harus dilakukan secara bersamaan, jika tidak suara yang akan didengarpun berbeda. Nah, itu yang membuatku bingung menyerasikan kedua tanganku. Kadang kanan dan kiri justru melakukan tugasnya pada notasi yang sama sehingga suaranya langsung teredam setelah dipukul.

Latihan pertama itu berakhir dengan pesan untuk berlatih dirumah. Apa yang bisa dilakukan di rumah jika tidak memiliki alatnya? Ya satu-satunya yang dapat "dilatih" adalah hafalan kita.

Pada pertemuan kedua aku masih memainkan alat yang sama, bedanya aku sudah lebih lancar. Terbukti otakku masih bekerja dengan baik dalam menghafal -iya kan?-.

Aku baru berganti alat di pertemuan ketiga. Alat yang aku mainkan itu...... sulit...... namanya bonang barung. Alatnya lebih besar dan memainkannya lebih rumit serta harus cepat. Benar-benar melatih otak kanan dan kiri. Dan alat itu adalah alat yang digunakan untuk mengawali permainan lainnya. Dengan berpindah alat, notasi yang dimainkan juga berbeda walaupun instrumen sama. Memang tidak sepenuhnya berubah hanya saja lebih banyak. Biasanya hanya.. 6 5 6 2 6 5 2 1... kalau alat yang aku coba kedua ini... 6665 6662 6665 2221.

Pertemuan terakhir bab musik, penilaian. Aku sedikit bersyukur karena waktu yang singkat dan harus segera menyelasaikan materi. Waktu berjalan begitu cepat, hanya tinggal 3 minggu untuk menyelsaikan semua bab. Belum lagi harus dikurangi libur karena kelas 9 UNBK (Ujain Nasional Berbasis Komputer). Akhirnya kami hanya melakukan penilaian untuk 2 alat saja. Senang dan sedih rasanya. Senang karena setidaknya nilaiku baik baik saja walau hanya memainkan 2 alat tapi sedih karena baru bisa mempelajari sedikit.

Inilah kata penutup cerita singkatku kali ini.

Aku menyukai kesenian Indonesia yang unik. Yang paling aku suka dari daerahku sendiri, Jawa. Tariannya, alat musiknya, dan mungkin semua yang menyangkut tentang kesenian dareah. Terutama setelah mempelajari gamelan rasanya ingin memainkan kembali. Tapi kalau dibilang mempelajarinya secara khusus mungkin tidak. Sepertinya musik memang bukan keahlianku.

Kata-kata terakhirku di entri ini, untuk negeriku maafkan aku jika pernah mengatakan hal buruk tentang budayaku sendiri atau merasa aneh dengan budaya di selain daerahku. Dan pesanku untuk manusianya adalah bahwa mempelajarinya itu menyenangkan, hanya butuh kemauan dan berhenti merendahkan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas

Diri yang Berkembang: Peran