Childhood Memories: I Broke My Tooth

 Kelas 3 SD adalah waktu yang ketika aku kilas balik ternyata memiliki banyak cerita yang tak terlupakan. Kali ini, cerita yang mau aku sampaikan adalah sebuah peristiwa yang akibatnya bisa dilihat sampai sekarang secara fisik. 

Gigiku Patah 

***

Hari itu semua siswa mengenakan busana muslim yang berwarna-warni. Tidak ada kegiatan belajar mengajar setidaknya sampai menjelang siang sehingga kami bisa bermain lebih lama. Saat itu kami bermain di dalam kelas di tengah jarak antara dua sisi barisan meja dan kursi. Dalam satu kali bermain kami berpasangan, bergantian saling menarik dari belakang ke depan ruangan. Satu orang berposisi berdiri menghadap depan dan pasangannya berjongkok sambil mengulurkan tangan untuk ditarik. 

Aku mendapatkan giliran ditarik oleh teman perempuan yang secara postur lebih besar dariku. Sambil tertawa-tawa aku bergantung padanya untuk bisa bergerak maju hingga batas kursi paling depan. Dia kemudian berbalik arah dan menarikku kembali ke belakang ruangan, kami tertawa sambil melihat arah depan. Teman-teman lainnya menunggu giliran untuk melakukan permainan yang sama di samping-samping. 

Saat giliranku yang harus menarik teman, aku menghadap ke depan dengan tertawa sampai gigi depan terlihat. Dari belakang, aku sebisa mungkin menarik temanku sampai batas yang sama sejauh dia menarikku. Mungkin karena sudah cukup lama bermain, tangan kami mulai lelah untuk saling berpegangan pada satu sama lain. Sampai pada batas kursi terdepan, tiba-tiba pegangan kami terlepas tanpa kesiapan. Aku terjatuh dengan posisi tangan tidak siap menahan, wajahku menjadi salah satu bagian tubuhku yang pertama mengenai lantai kelas. Dalam keadaan linglung aku terduduk, memegang hidung dan gusi depan yang ngilu dan terlihat ada darah. Aku menangis tentu saja. Teman-temanku berhenti bermain dan mulai mengerubungiku, salah satunya memanggil wali kelas. Aku yang masih belum sepenuhnya sadar kemudian diberikan tisu oleh guruku, ditanya keadaannya sambil dirangkul untuk menuju UKS. 

Posisi UKS saat itu berada di ruangan yang sama dengan perpustakaan tepat di ruangan sebelah kelasku. Aku memasukinya melalui pintu yang sama dengan perpustakaan yang dijaga oleh seorang guru. Aku kemudian diperiksa apakah ada luka yang perlu penanganan lebih lanjut atau tidak kemudian diijinkan berbaring di UKS sambil ditanyakan apakah aku mau pulang atau tidak. Aku akhirnya memilih tidak pulang dan hanya beristirahat di kasur yang tersedia. Setelah itu, guruku kembali ke kelas melanjutkan apapun kegiatan yang harus beliau lakukan -aku tidak ingat apakah saat itu ada pelajaran atau tidak. 

Aku beristirahat di kasur UKS tidak terlalu lama karena tidak bisa tidur setelah tenang dan tidak lagi merasakan sakit di hidung maupun gusi depanku. Aku kemudian memilih kembali ke kelas sendiri setelah pamit pada penjaga perpustakaan dengan mengatakan bahwa aku sudah tidak apa-apa. Sudah tidak ada darah yang keluar lagi dari hidung atau mulutku sehingga itu kuanggap sudah baik-baik saja. Kembali ke kelas, tidak ada guru di dalam sehingga aku langsung masuk kemudian duduk dan kembali dikerubungi teman-temanku. Mereka menanyakan kondisiku juga menceritakan bagaimana keadaan kelas setelah aku meninggalkan ruangan. Aku sudah bisa tersenyum dan menanggapi cerita mereka meskipun tidak terlalu banyak berbicara. Namun, pada saat itu aku mulai merasakan ada yang aneh dengan bagian depan mulutku. Aku meraba-raba dengan lidahku sampai aku mulai bingung mengapa tiba-tiba ada celah di antara dua gigi kelinciku. Aku yang kebingungan kemudian bertanya pada temanku yang masih berada di dekatku. Sambil memperlihatkan gigi aku bertanya,

"Kok, gigiku kayak nggak rata, ya, yang depan?" 

Saat itulah aku sadar, gigi kelinciku patah. Bukan patah sampai hilang mendekati akar, tetapi patah yang membuatnya memiliki bentuk tidak proporsional. Bentuknya yang seharusnya persegi dan saling bersebelahan erat kanan kiri menjadi terpotong miring kecil pada gigi kiri. Aku tidak menangis, tapi jauh dalam hatiku aku sedih karena gigiku tidak lagi tampak sempurna. Saat itu, celah potongan yang ada dalam gigiku terasa sangat besar, mungkin karena aku masih kecil. Untuk saat ini, patahan itu tidak lagi terasa besar dan mengganggu. Namanya juga pendewasaan, aku menerima apa yang sudah terjadi dan menjadikan sebuah cerita yang lucu dan bisa aku sampaikan disini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Childhood Memories: JKT 48

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas

Diri yang Berkembang: Peran