Postingan

Childhood Memories: JKT 48

Kelas 4 Sekolah Dasar, pertama kali ada tugas seni budaya yang mengharuskan tampil menari dan menyanyi sebagai salah satu tugas besar di semester itu. Pada saat yang bersamaan, masa-masa itu sedang ramai-ramainya JKT 48. Disinilah bermula cerita aku yang sangat percaya diri tampil di depan kelas bersama tiga teman lainnya membawakan tarian dan nyanyian dari girlband beranggotakan sangat banyak orang itu.  *** Guruku saat itu adalah salah satu yang masih sangat muda tapi kami anggap cukup strict dengan nilai. Diberikannya kami tugas untuk menampilkan sebuah tarian modern di depan kelas dengan tidak adanya kriteria spesifik. Kami kemudian diberikan kebebasan untuk membentuk kelompok beranggotakan 4-6 siswa. Bersama dengan ketiga teman dekatku, aku akhirnya menjadi satu kelompok dengan cepat.  Awalnya kami masih clueless tentang apa yang kiranya akan ditampilkan. Pada saat itu kami pun mendengar kelas lain sudah mendapatkan arahan terkait tugas yang sama. Kami penasaran. Siapa tahu kelas

Diri yang Berkembang: Peran

Sebuah ajakan permainan basket yang diadakan oleh satu dua orang nyatanya membawa kedatangan belasan orang lainnya. Dalam permainan itu, aku sekaligus menyadari pendewasaan juga membawa kesadaran akan peran yang dimiliki setiap orang. Apa yang aku lihat hari itu merupakan suatu hal yang sangat berbeda dengan bayangan permainan basket yang biasanya dilakukan oleh perempuan pada umumnya (dengan catatan, bukan atlit).  Dari pengalaman yang aku ingat, di masa SMP dan SMA, semua orang akan berkumpul dan berpusat pada bola, tidak ada strategi, tidak ada pembagian peran, yang penting semua bekerja dengan memperebutkan bola untuk ditembakkan ke ring . Apa yang terjadi hari itu sangat berbeda. Peran muncul dengan sendirinya, tidak malu mengakui kemampuan yang dimiliki dan saling mendukung atas usaha yang bisa diberikan. *** Malam sebelumnya seorang temanku mengajak untuk bermain basket di hari minggu meneruskan ajakan dari seorang kakak tingkat yang cukup dekat dengannya. Aku sempat menolak kar

Tentang Menjadi Muslimah: Ikhlas

Ikhlas Sebuah kata yang sederhana tapi terasa sangat besar makna dan implementasinya. Suatu hal yang memiliki pengaruh dalam segala apa yang kita lakukan. Sebuah perbincangan bersama seorang teman yang menstimulasi integrasi memori, membawaku pada sebuah kesimpulan. Hasil yang baik pasti melalui proses yang ikhlas Ikhlas yang datang dari satu orang berdampak pada banyak yang terlibat dengannya, pada orang-orang yang mendengarkan, dan hadir dalam kesediaannya memberi. Entah itu berupa materi, kata-kata, eksistensi, dan ilmu. Bahkan dari orang yang tidak lebih tahu bisa mengantarkan orang-orang yang bertumbuh dalam lingkupnya menjadi manusia-manusia hebat. Aku tersadarkan akan bukti-bukti yang telah aku dengar dan alami.  Seorang guru mengaji yang bacaannya tidak seindah muridnya. Dia datang dengan membawa pengajaran dari awal sang anak yang tidak tahu sama sekali. Satu-persatu diajarkannya huruf hijaiyah, berlanjut pada tajwid, hingga irama mengaji. Beliau mengajarkan dengan ketulusan h

Tentang Menjadi Muslimah: Berjamaah

Sebagai seorang muslim-muslimah kita pasti sering sholat di masjid. Akan sangat aneh jika kita yang hidup di lingkungan yang cukup mudah mengakses masjid atau setidaknya mushola tidak pernah melaksanakan sholat di sana. Kali ini ada pengalaman dan keresahanku sebagai seorang pengguna masjid. Tentang  perbedaan yang cukup sering kulihat di area perempuan dan laki-laki.  Sholat berjamaah *** Setiap kali memasuki masjid untuk sholat fardhu, sering aku mendapati pemandangan yang mirip terutama ketika tidak di awal waktu. Banyak orang yang melaksanakan sholat sendiri di area perempuan. Berbeda dengan apa yang biasanya kulihat di area laki-laki yang setidaknya ada satu jamaah sedang berlangsung. Biasanya dari jamaah yang hanya dua-tiga orang sangat mungkin untuk menjadi lebih banyak. Laki-laki juga lebih mungkin untuk menepuk orang lain yang sedang sholat meskipun tidak kenal dibandingkan perempuan. Ini adalah sebuah perbedaan yang bisa kuamati diantara kedua gender dalam hal sholat di tempa

Childhood Memories: I Broke My Tooth

  Kelas 3 SD adalah waktu yang ketika aku kilas balik ternyata memiliki banyak cerita yang tak terlupakan. Kali ini, cerita yang mau aku sampaikan adalah sebuah peristiwa yang akibatnya bisa dilihat sampai sekarang secara fisik.  Gigiku Patah  *** Hari itu semua siswa mengenakan busana muslim yang berwarna-warni. Tidak ada kegiatan belajar mengajar setidaknya sampai menjelang siang sehingga kami bisa bermain lebih lama. Saat itu kami bermain di dalam kelas di tengah jarak antara dua sisi barisan meja dan kursi. Dalam satu kali bermain kami berpasangan, bergantian saling menarik dari belakang ke depan ruangan. Satu orang berposisi berdiri menghadap depan dan pasangannya berjongkok sambil mengulurkan tangan untuk ditarik.  Aku mendapatkan giliran ditarik oleh teman perempuan yang secara postur lebih besar dariku. Sambil tertawa-tawa aku bergantung padanya untuk bisa bergerak maju hingga batas kursi paling depan. Dia kemudian berbalik arah dan menarikku kembali ke belakang ruangan, kami t

Childhood Memories: Loving to be a Storyteller

Gambar
Mendongeng adalah sebuah kemampuan yang memberikanku banyak pengalaman tak terlupakan. Perjalanan ini dimulai saat kelas tiga aku belajar mendongeng untuk tampil. Kalau tidak salah ini foto ketika aku sukarela mendongeng di depan kakak-kakak pramuka --- Satu hari, sekolahku akan mengirimkan seorang siswa untuk mengikuti lomba mendongeng. Aku tidak ingat bagaimana akhirnya menjadi perwakilan itu, tapi dengan senang hati aku mengikutinya.   Pelajaran pertama dimulai ketika aku diajak oleh ibuku mengunjungi temannya yang ahli dalam dongeng-mendongeng ini. Buktinya ada langsung pada anaknya yang memiliki prestasi pernah memenangkan lomba storytelling. Aku ingat beliau menceritakan anaknya pernah memenangkan piala yang tingginya hampir sama dengan tubuh. Ada satu nasehat beliau yang sangat membekas saat sedang melatihku yang intinya seperti ini, “kamu harus seperti sedang cerita ke mamamu. Kamu mendongeng itu seolah-olah ceritamu sendiri dan orang lain harus mendengarkan. Bukan sekedar mem

Childhood Memories: You've been to Australia? Your English Must be Good

Ada masa ketika aku sangat tidak suka orang tahu aku pernah tinggal di Australia. Penyebabnya bisa ditebak dari judul tulisan kali ini.  Ekspektasi --- Ayahku adalah seorang mahasiswa S3 di Curtin University, Western Australia ketika aku lahir. Bukan berarti aku lahir di Aussie, aku tetap terlahir di Malang. Saat itu aku kemudian dirawat oleh eyangku dari pihak ibu karena orang tuaku bersama kakak-kakak kembali tinggal di Aussie. Berdasarkan cerita, aku diasuh oleh eyangku kurang lebih sampai umur 3 tahun kemudian dibawa tinggal bersama orang tua dan saudara-saudaraku. Tiga tahun setelahnya kami kembali ke Indonesia untuk seterusnya menetap.  Di Australia aku sempat sekolah playgroup dan SD kelas satu karena usia masuk sekolah dasar yang berbeda. Sekolahnya tentu saja pakai bahasa Inggris tapi kalau di rumah kami sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia. Masih kecil, kemampuan berbahasaku tidak istimewa di kedua bahasa, kosa kata dan tata bahasnya cukup untuk berkomunikasi sehari-h