Postingan

Childhood Memories: I Broke My Tooth

  Kelas 3 SD adalah waktu yang ketika aku kilas balik ternyata memiliki banyak cerita yang tak terlupakan. Kali ini, cerita yang mau aku sampaikan adalah sebuah peristiwa yang akibatnya bisa dilihat sampai sekarang secara fisik.  Gigiku Patah  *** Hari itu semua siswa mengenakan busana muslim yang berwarna-warni. Tidak ada kegiatan belajar mengajar setidaknya sampai menjelang siang sehingga kami bisa bermain lebih lama. Saat itu kami bermain di dalam kelas di tengah jarak antara dua sisi barisan meja dan kursi. Dalam satu kali bermain kami berpasangan, bergantian saling menarik dari belakang ke depan ruangan. Satu orang berposisi berdiri menghadap depan dan pasangannya berjongkok sambil mengulurkan tangan untuk ditarik.  Aku mendapatkan giliran ditarik oleh teman perempuan yang secara postur lebih besar dariku. Sambil tertawa-tawa aku bergantung padanya untuk bisa bergerak maju hingga batas kursi paling depan. Dia kemudian berbalik arah dan menarikku kembali ke belak...

Childhood Memories: Loving to be a Storyteller

Gambar
Mendongeng adalah sebuah kemampuan yang memberikanku banyak pengalaman tak terlupakan. Perjalanan ini dimulai saat kelas tiga aku belajar mendongeng untuk tampil. Kalau tidak salah ini foto ketika aku sukarela mendongeng di depan kakak-kakak pramuka --- Satu hari, sekolahku akan mengirimkan seorang siswa untuk mengikuti lomba mendongeng. Aku tidak ingat bagaimana akhirnya menjadi perwakilan itu, tapi dengan senang hati aku mengikutinya.   Pelajaran pertama dimulai ketika aku diajak oleh ibuku mengunjungi temannya yang ahli dalam dongeng-mendongeng ini. Buktinya ada langsung pada anaknya yang memiliki prestasi pernah memenangkan lomba storytelling. Aku ingat beliau menceritakan anaknya pernah memenangkan piala yang tingginya hampir sama dengan tubuh. Ada satu nasehat beliau yang sangat membekas saat sedang melatihku yang intinya seperti ini, “kamu harus seperti sedang cerita ke mamamu. Kamu mendongeng itu seolah-olah ceritamu sendiri dan orang lain harus mendengarkan. Bukan se...

Childhood Memories: You've been to Australia? Your English Must be Good

Ada masa ketika aku sangat tidak suka orang tahu aku pernah tinggal di Australia. Penyebabnya bisa ditebak dari judul tulisan kali ini.  Ekspektasi --- Ayahku adalah seorang mahasiswa S3 di Curtin University, Western Australia ketika aku lahir. Bukan berarti aku lahir di Aussie, aku tetap terlahir di Malang. Saat itu aku kemudian dirawat oleh eyangku dari pihak ibu karena orang tuaku bersama kakak-kakak kembali tinggal di Aussie. Berdasarkan cerita, aku diasuh oleh eyangku kurang lebih sampai umur 3 tahun kemudian dibawa tinggal bersama orang tua dan saudara-saudaraku. Tiga tahun setelahnya kami kembali ke Indonesia untuk seterusnya menetap.  Di Australia aku sempat sekolah playgroup dan SD kelas satu karena usia masuk sekolah dasar yang berbeda. Sekolahnya tentu saja pakai bahasa Inggris tapi kalau di rumah kami sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia. Masih kecil, kemampuan berbahasaku tidak istimewa di kedua bahasa, kosa kata dan tata bahasnya cukup untuk berkomunikasi...

Tentang Menjadi Muslimah: Memberi Makna

Tulisan ini aku buat pertama kali sehari setelah aku jadi panitia di sebuah acara komunitas kampus. Acara itu berlangsung dari pagi sampai sore yang kemudian dilanjutkan adanya evaluasi. Nah, dari evaluasi itu ada hal yang menarik dan cukup berdampak bagiku. Menurutku, apa yang terjadi sangat bisa dihubungkan dengan pengenalan jati diri sebagai seorang individu dan seorang muslimah. Tentunya ini aku temukan juga benang merah yang menghubungkan dengan suatu kajian.  Hari itu, aku memiliki dua tanggung jawab kepanitiaan sekaligus karena kesalahanku yang tidak mengatur jadwal dan mengestimasi waktu keberjalanan kedua acara tersebut. Akhirnya aku harus memilih akan berada di tempat yang mana. Acara pertama adalah sebuah seminar yang mencakup psikologi Islam dan acara satunya berfokus pada isu global. Awalnya aku pikir akan lebih baik sebagai seorang muslimah, aku mengutamakan ada di acara yang lebih jelas bernafaskan dakwah. Namun, pada akhirnya aku justru mendapatkan hal yang tidak ku...

Tentang Menjadi Muslimah: Terlalu Ikut Campur

Tulisanku kali ini adalah berdasarkan hasil dari perbincangan di malam hari dalam rangka halaqah mingguan di tempatku tinggal selama kuliah di Solo, dua bulan terakhir. Dari pembahasan itu, aku menemukan jawaban dari kegelisahanku terkait dengan pernikahan yang pernah kutuangkan dalam salah satu tulisanku sebelumnya juga menambah kesadaran akan hal lainnya. Banyak masukan baru yang aku dapatkan secara tidak langsung dengan topik yang beragam. Namun, yang paling berkesan di aku tentunya adalah bagian dimana itu berkaitan dengan ketakutan yang kumiliki.  Malam itu ada lima-enam orang yang berkumpul di ruang tengah. Kami membahas mengenai kasus-kasus yang yang sedang ramai hingga menuju akhir muncul satu bahasan baru dari salah satu orang, tentang child free . Sebuah topik yang kontroversial terutama dalam lingkungan beragama Islam. Berdasarkan pandangan populer mengenai topik ini dikatakan bahwa itu ada dan sepenuhnya hak wanita dalam menentukan. Kami mengambil salah satu tokoh yang ...

Tentang Menjadi Muslimah: Pasang Surut Iman dan Musik

Iman yang naik turun adalah hal yang normal terjadi dalam hidup seorang muslim. Ini bukan sekedar aku menormalisasi diriku, tapi memang seperti itu yang aku tahu dari beberapa cuplikan kajian yang pernah aku tonton. Istilahnya itu, iman seseorang juga perlu di'cas' agar bisa stabil atau setidaknya tidak terjun jauh dari kadar keimanan yang tertinggi yang pernah dialami seseorang. Kali ini pun seperti biasanya, aku menulis ini ketika mengalami atau mendapatkan sebuah trigger  dari peristiwa yang aku lihat atau dari apa yang terjadi dalam diriku.  Peristiwa yang ingin aku ambil untuk menjelaskan pasang surut iman yang aku alami berkaitan dengan musik. Ada satu fase dalam hidupku dimana sempat merasa takut sekali untuk mendengar lagu. Bukan karena anggapan haram atau tidak, karena sejujurnya aku saat ini masih mendengar musik. Namun, perasaan ini datang beriringan dengan perasaan yang bisa digambarkan dengan kalimat "bagaimana jika aku mati ketika sedang memainkan dan mengiku...

About Me, Relationship and Marriage

Menulis tentang ini terlintas sehari setelah kakak laki-laki pertamaku menikah pada 6 Juni 2021 kemarin. Banyak pemikiran terlintas yang membuatku merasa mungkin lebih baik kutuliskan secara nyata agar aku bisa sekaligus menata gagasan-gagasan yang hinggap dan berperang dalam hatiku.  Ada dua sisi dalam diriku mengenai hubungan antara sesama manusia terutama dalam lingkup terdekat berupa keluarga, baik itu yang sudah ada dan tentang kemungkinan akan adanya orang baru dalam hidupku dalam konteks pernikahan.  Gagasan yang ada paling lama, sejak aku masih kecil adalah bahwa aku ingin menikah muda. Keinginan itu lahir karena cerita kedua orang tua kandungku menikah muda dan akhirnya memiliki jarak umur yang tidak terlalu jauh dengan keturunannya, melahirkan gagasan itu dalam ketujuh anak-anaknya. Kakak pertamaku pada akhirnya menikah di umurnya yang ke-22. Selain itu, muncul gagasan pendukung dari agamaku, Islam, dimana aku meyakini bahwasanya lebih baik untuk tidak menunda-nunda ...